Puasa
adalah salah satu dari tiga ibadah yang sama tuanya dengan umur manusia di muka
bumi ini. Dua ibadah lainya adalah shalat, seperti disebutkan dalam surat
al-Mudatstsir [74]: 40-43, dan Qurban seperrti disebutlan dalam surat
al-Ma’idah [5]: 27. Sementara ibadah puasa terdapat dalam surat al-Baqarah; 184
…كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya: “…Sebagaimana telah diwajibkan juga kepada orang-orang yang sebelum kamu mudah-mudahan kamu bertaqwa”.
Dalam
sebuah sumber disebutkan bahwa nabi Adam as. sesampainya di bumi setelah
diturunkan dari sorga akibat dosa dan kesalahan yang dilakukan, dia bertaubat
kepada Allah swt dan berpuasa selama tiga hari setiap bulan. Itulah yang
kemudian dikenal dengan puasa hari putih yang juga sunah untuk dikerjakan pada
setiap tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulan.
Nabi Daud
as juga melaksanakan puasa, bahkan dalam waktu yang cukup lama yaitu setengah
tahun, di mana nabi Daud berpuasa satu hari dan berbuka satu hari begitulah
selama satu tahun. Al-Qurthubi, dalam kitab al-Jami’ li Ahkamil Qur’an,
menyebutkan bahwa Allah telah mewajibkan, puasa kepada Yahudi selama 40 hari,
kemudian umat nabi Isa selama 50 hari. Tetapi kemudian mereka merubah waktunya
sesuai keinginan mereka. Jika bertepatan dengan musim panas mereka menundanya
hingga datang musim bunga. Hal itu mereka lakukan demi mencari kemudahan dalam
beribadah. Itulah yang disebut nasi’ seperti disebutkan dalam surat at taubah:
37 :
إِنَّمَا النَّسِيءُ زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ يُضَلُّ بِهِ الَّذِينَ كَفَرُوا يُحِلُّونَهُ عَامًا وَيُحَرِّمُونَهُ عَامًا لِيُوَاطِئُوا عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فَيُحِلُّوا مَا حَرَّمَ اللَّهُ…
Artinya: “Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram
itu adalah menambah kekafiran, disesatkan orang-orang yang kafir dengan
mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan
mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat mensesuaikan dengan bilangan
yang Allah mengharamkannya maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah…”
Hal itu
menggambarkan betapa umat Yahudi selalu menghindarkan diri untuk melaksanakan
ibadah dengan sempurna sesuai aturan Tuhan. mereka menginginkan puasa
dilaksanakan selalu pada musim dingin atau musim bunga yang siangnya lebih
pendek dari malam, berbeda dengan puasa pada musim panas, disamping suhu yang
panas siang juga lebih panjang dari malam hari. Sehingga, puasa akan terasa
sangat sulit dan melelahkan. Namun, begitulah hikmahnya Allah
memerintahkan puasa berdasarakan perjalan bulan bukan matahari agar puasa
dirasakan pada semua musim dan semua kondisi. Sebab, jika puasa berdasarkan
perjalan matahari, maka ibadah puasa akan selau berada dalam satu keadaan. Jika
tahun ini puasa di mulai pada musim panas, maka selamanya puasa akan berada
pada musim panas. Berbeda dengan perjalanan bulan yang selalu berubah, di mana
jika tahun ini puasa dilaksanakan pada musim panas, maka tahun depan atau
beberapa tahun kemudian puasa akan dilaksanakan pada musim dingin atau semi dan
seterusnya. Begitulah yang disebutkan Allah swt, dalam surat al-Baqarah: 186
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
Artinya: …Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu,…
Dalam
sebuah riwayat juga ditemukan bahwa umat Yahudi berpuasa pada setiap tanggal 10
Muharram, sebagai syukur atas keselamatan Musa dari kejaran Fir’aun. Maka Nabi
SAW juga memerintahkan umatnya untuk berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram
yang dikenal dengan puasa hari Asyura.
Umat
Yahudi juga diperintahkan berpuasa 1 hari pada hari ke 10 bulan ke 7 dalam
hitungan bulan mereka selama sehari semalam. Sementara masyarakat Mesir kuno,
Yunani, Hindu, Budha, juga melaksanakan puasa berdasarkan perintah tokoh agama
mereka. Umat Nashrani juga berpuasa dalam hal-hal tertentu, seperti puasa
daging, susu, telur, ikan, bahkan berbicara. Seperti yang pernah dilakukan
Maryam ibu Nabi Isa sebagaimana dalam surat Maryam [19]: 26:
إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا
Artinya: “…Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini".
Mengetahui
sejarah puasa umat terdahulu penting untuk diketahui agar kita jangan mencontoh
puasa umat lalu, seperti umat Yahudi yang memilih waktu puasa seenaknya bukan
menurut aturan Allah. sebab, ibadah yang lakukan dengan “kelicikan” kerugiannya
akan diderita oleh manusia itu sendiri. Kita juga harus menyadari bahwa puasa
adalah ibadah yang pelaksanaannya menuntut keimanan dan kesadaran. Ibadah puasa
adalah untuk manusia itu sendiri. Bukankah Allah menegaskan bahwa tujuan puasa
adalah untuk perubahan ke arah yang lebih baik. Puasa akan menjadikan manusia
berubah dari tingkat mukmin menjadi muttaqin.
Untuk bisa berubah ke arah dan bentuk yang lebih baik, bukan hanya manusia yang berpuasa, akan tetapi sebagian binatangpun ketika bermetamorfosa (merobah wujud) juga berpuasa, seperti halnya kupu-kupu yang berubah dari ulat yang bentuk dan rupanya jelek dan berjalan melata, menjadi seekor kupu-kupu yang bersayap dan berawarn indah serta bisa terbang karena berpuasa.
Untuk bisa berubah ke arah dan bentuk yang lebih baik, bukan hanya manusia yang berpuasa, akan tetapi sebagian binatangpun ketika bermetamorfosa (merobah wujud) juga berpuasa, seperti halnya kupu-kupu yang berubah dari ulat yang bentuk dan rupanya jelek dan berjalan melata, menjadi seekor kupu-kupu yang bersayap dan berawarn indah serta bisa terbang karena berpuasa.
Perbedaan
Puasa Dalam Perspektif Agama
Dalam sejarah umat
manusia, puasa juga bukan suatu ketentuan yang baru ditemukan. Puasa merupakan
amalan yang diwariskan dan selalu dilakukan oleh manusia sejak dahulu. Puasa
sudah dikenal oleh banyak agama, sebut saja, Kristen, Yahudi, Hindu, dan Budha.
Tentu saja ini bukan bertujuan untuk menyamakan maksud dan tujuan ritual puasa
masing-masing agama dan bangsa.
1. Puasa Agama Kristen
Dalam ajaran Kristen terdapat perintah berpuasa. Hal ini tampak seperti
yang diajarkan oleh Kristen Katolik Roma yang mengajarkan umatnya untuk berpuasa,
dalam artian menahan diri dari memakan daging. Ada pula ajaran yang
menganjurkan umatnya untuk memakan satu porsi penuh dalam satu hari.
Bagi agama Kristen, puasa merupakan sarana menuju pintu pertobatan yang
nyata. Dengan berpuasa, umatnya akan melakukan penahanan diri dari perbuatan
dosa sehingga dari sanalah kesucian kembali direngkuh. Maka, jangan heran jika
mereka berpuasa pada hari Jumat, hari ketujuh sebelum Paskah, dan Jumat Agung
(Jumat sebelum hari Paskah).
Tradisi umat Kristen ini tidak lain untuk mengikuti jejak Isa a.s. yang
berpuasa selama 48 hari di Sahara sebagai aksi pendekatan diri kepada Tuhan.
Bahkan, Isa a.s. menggarisbawahi pentingnya berpuasa dengan hati yang tulus dan
ikhlas dengan dibarengi sikap mengingat Tuhan dan berbuat kebajikan. Begitu
pula pada abad keempat saat penganut Kristen mengalami penganiayaan, Pendeta
Thomas Ryan menganjurkan umat Kristen untuk berpuasa selama 40 hari. Puasa ini
dinamakan dengan puasa Lent. Meski demikian, hanya umat Kristen Katolik saja yang
melakukan puasa-puasa tersebut. Agama Kristen Protestan mebebaskan umatnya
untuk memilih puasa atau tidak.
2. Puasa Agama Yahudi
Dalam agama Yahudi, terdapat konsep puasa yang tidak jauh berbeda dengan
agama Kristen dan Islam. Bahkan, agama Yahudi mengajarkan umatnya untuk
berpuasa dalam tiga kesempatan yang berbeda, yaitu pada waktu-waktu berikut:
a. Dalam persiapan melaksanakan tugas
keagamaan seperti ketika Nabi Musa a.s. berpuasa 40 hari di Sinai sebelum
menerima perintah Tuhan. (Exodus ayat 28)
b. Dalam keadaan duka seperti Daud a.s.
yang berpuasa ketika meninggalnya Saul. (Samuel ayat 131)
c. Dalam rangka mendekatkan diri dan
bertobat, khususnya ketika sedang berada dalam masa-masa sulit. (Jeremiah ayat
9)
Dalam ketiga kesempatan itu, agama Yahudi sekarang hanya
mewajibkan umatnya untuk berpuasa satu hari dalam satu tahun, yakni pada Yom
Kippur (hari bertobat). Yom Kippur adalah hari suci dalam agama Yahudi yang
merayakan Hari Pendamaian antara manusia dan Tuhan. Hari itu jatuh pada hari
ke-10 dalam bulan Ibrani Tishri atau bulan ketujuh dalam kalender Yahudi. Hari
itu diperingati dengan berpuasa dan berdoa secara intensif selama 25 jam. Yom
Kippur dianggap sebagai hari yang paling suci dalam kalender Yahudi. Pada
umumnya, orang-orang Yahudi tidak akan meninggalkan puasa Yom Kippur ini. Umat
Yahudi juga diperintahkan untuk berpuasa empat hari dalam setahun untuk
mengingatkan peristiwa-peristiwa pahit yang dialami oleh agama Yahudi. Seperti
dalam ajaran Islam, agama Yahudi juga memiliki ajaran berpuasa Senin-Kamis.
3. Puasa Agama Hindu
Menurut agama Hindu, puasa merupakan bagian dari tapa; yaitu
latihan jasmani dan rohani untuk menebus dosa dan meningkatkan daya tahan untuk
menghadapi berbagai macam penderitaan. Istilah puasa dalam bahasa Indonesia
berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu upawasa yang artinya menjauhi yang
terdekat atau yang paling disenangi, seperti makan, minum, hubungan seksual,
dan sebagainya. Puasa yang terutama dalam agama Hindu adalah pada hari raya
Nyepi dalam rangka menyambut tahun baru Saka. Waktunya hanya satu malam dan
pada malam itu umat Hindu menjauhi kesenangan secara total. Kegiatan selama
puasa diisi dengan membaca Kitab Weda dan mantra-mantra, emnghentikan semua
kegiatan yang tidak penting, serta tidak menggunakan api (amati geni).
4. Puasa Agama Budha
Dalam agama Budha,
ibadah puasa disebut upasota yang dijalankan mulai pukul 12.00 hingga 18.00.
Lama puasa terserah pada pribadi masing-masing terkait dengan tingkat keutamaan
yang ingin dicapai oleh setiap individu karena upasota ini bersifat sukarela.#Sumber: Diolah dari berbagai sumber

0 komentar:
Posting Komentar