Pages

Minggu, 14 Desember 2014

Sejarah Puasa Umat-Umat Terdahulu


Puasa adalah salah satu dari tiga ibadah yang sama tuanya dengan umur manusia di muka bumi ini. Dua ibadah lainya adalah shalat, seperti disebutkan dalam surat al-Mudatstsir [74]: 40-43, dan Qurban seperrti disebutlan dalam surat al-Ma’idah [5]: 27. Sementara ibadah puasa terdapat dalam surat al-Baqarah; 184


…كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya: “…Sebagaimana telah diwajibkan juga kepada orang-orang yang sebelum kamu mudah-mudahan kamu bertaqwa”.
Dalam sebuah sumber disebutkan bahwa nabi Adam as. sesampainya di bumi setelah diturunkan dari sorga akibat dosa dan kesalahan yang dilakukan, dia bertaubat kepada Allah swt dan berpuasa selama tiga hari setiap bulan. Itulah yang kemudian dikenal dengan puasa hari putih yang juga sunah untuk dikerjakan pada setiap tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulan. 
Nabi Daud as juga melaksanakan puasa, bahkan dalam waktu yang cukup lama yaitu setengah tahun, di mana nabi Daud berpuasa satu hari dan berbuka satu hari begitulah selama satu tahun. Al-Qurthubi, dalam kitab al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, menyebutkan bahwa Allah telah mewajibkan, puasa kepada Yahudi selama 40 hari, kemudian umat nabi Isa selama 50 hari. Tetapi kemudian mereka merubah waktunya sesuai keinginan mereka. Jika bertepatan dengan musim panas mereka menundanya hingga datang musim bunga. Hal itu mereka lakukan demi mencari kemudahan dalam beribadah. Itulah yang disebut nasi’ seperti disebutkan dalam surat at taubah: 37 :

إِنَّمَا النَّسِيءُ زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ يُضَلُّ بِهِ الَّذِينَ كَفَرُوا يُحِلُّونَهُ عَامًا وَيُحَرِّمُونَهُ عَامًا لِيُوَاطِئُوا عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فَيُحِلُّوا مَا حَرَّمَ اللَّهُ…

Artinya: “Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah kekafiran, disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat mensesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah…”
Hal itu menggambarkan betapa umat Yahudi selalu menghindarkan diri untuk melaksanakan ibadah dengan sempurna sesuai aturan Tuhan. mereka menginginkan puasa dilaksanakan selalu pada musim dingin atau musim bunga yang siangnya lebih pendek dari malam, berbeda dengan puasa pada musim panas, disamping suhu yang panas siang juga lebih panjang dari malam hari. Sehingga, puasa akan terasa sangat sulit dan melelahkan.  Namun, begitulah hikmahnya Allah memerintahkan puasa berdasarakan perjalan bulan bukan matahari agar puasa dirasakan pada semua musim dan semua kondisi. Sebab, jika puasa berdasarkan perjalan matahari, maka ibadah puasa akan selau berada dalam satu keadaan. Jika tahun ini puasa di mulai pada musim panas, maka selamanya puasa akan berada pada musim panas. Berbeda dengan perjalanan bulan yang selalu berubah, di mana jika tahun ini puasa dilaksanakan pada musim panas, maka tahun depan atau beberapa tahun kemudian puasa akan dilaksanakan pada musim dingin atau semi dan seterusnya. Begitulah yang disebutkan Allah swt, dalam surat al-Baqarah: 186

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

Artinya: …Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu,…
Dalam sebuah riwayat juga ditemukan bahwa umat Yahudi berpuasa pada setiap tanggal 10 Muharram, sebagai syukur atas keselamatan Musa dari kejaran Fir’aun. Maka Nabi SAW juga memerintahkan umatnya untuk berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram yang dikenal dengan puasa hari Asyura.
Umat Yahudi juga diperintahkan berpuasa 1 hari pada hari ke 10 bulan ke 7 dalam hitungan bulan mereka selama sehari semalam. Sementara masyarakat Mesir kuno, Yunani, Hindu, Budha, juga melaksanakan puasa berdasarkan perintah tokoh agama mereka. Umat Nashrani juga berpuasa dalam hal-hal tertentu, seperti puasa daging, susu, telur, ikan, bahkan berbicara. Seperti yang pernah dilakukan Maryam ibu Nabi Isa sebagaimana dalam surat Maryam [19]: 26:

إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا

Artinya: “…Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini".

Mengetahui sejarah puasa umat terdahulu penting untuk diketahui agar kita jangan mencontoh puasa umat lalu, seperti umat Yahudi yang memilih waktu puasa seenaknya bukan menurut aturan Allah. sebab, ibadah yang lakukan dengan “kelicikan” kerugiannya akan diderita oleh manusia itu sendiri. Kita juga harus menyadari bahwa puasa adalah ibadah yang pelaksanaannya menuntut keimanan dan kesadaran. Ibadah puasa adalah untuk manusia itu sendiri. Bukankah Allah menegaskan bahwa tujuan puasa adalah untuk perubahan ke arah yang lebih baik. Puasa akan menjadikan manusia berubah dari tingkat mukmin menjadi muttaqin.
Untuk bisa berubah ke arah dan bentuk yang lebih baik, bukan hanya manusia yang berpuasa, akan tetapi sebagian binatangpun ketika bermetamorfosa (merobah wujud) juga berpuasa, seperti halnya kupu-kupu yang berubah dari ulat yang bentuk dan rupanya jelek dan berjalan melata, menjadi seekor kupu-kupu yang bersayap dan berawarn indah serta bisa terbang karena berpuasa.
  Perbedaan Puasa Dalam Perspektif Agama
Dalam sejarah umat manusia, puasa juga bukan suatu ketentuan yang baru ditemukan. Puasa merupakan amalan yang diwariskan dan selalu dilakukan oleh manusia sejak dahulu. Puasa sudah dikenal oleh banyak agama, sebut saja, Kristen, Yahudi, Hindu, dan Budha. Tentu saja ini bukan bertujuan untuk menyamakan maksud dan tujuan ritual puasa masing-masing agama dan bangsa.
1.      Puasa Agama Kristen
Dalam ajaran Kristen terdapat perintah berpuasa. Hal ini tampak seperti yang diajarkan oleh Kristen Katolik Roma yang mengajarkan umatnya untuk berpuasa, dalam artian menahan diri dari memakan daging. Ada pula ajaran yang menganjurkan umatnya untuk memakan satu porsi penuh dalam satu hari.
Bagi agama Kristen, puasa merupakan sarana menuju pintu pertobatan yang nyata. Dengan berpuasa, umatnya akan melakukan penahanan diri dari perbuatan dosa sehingga dari sanalah kesucian kembali direngkuh. Maka, jangan heran jika mereka berpuasa pada hari Jumat, hari ketujuh sebelum Paskah, dan Jumat Agung (Jumat sebelum hari Paskah).
Tradisi umat Kristen ini tidak lain untuk mengikuti jejak Isa a.s. yang berpuasa selama 48 hari di Sahara sebagai aksi pendekatan diri kepada Tuhan. Bahkan, Isa a.s. menggarisbawahi pentingnya berpuasa dengan hati yang tulus dan ikhlas dengan dibarengi sikap mengingat Tuhan dan berbuat kebajikan. Begitu pula pada abad keempat saat penganut Kristen mengalami penganiayaan, Pendeta Thomas Ryan menganjurkan umat Kristen untuk berpuasa selama 40 hari. Puasa ini dinamakan dengan puasa Lent. Meski demikian, hanya umat Kristen Katolik saja yang melakukan puasa-puasa tersebut. Agama Kristen Protestan mebebaskan umatnya untuk memilih puasa atau tidak.
2.      Puasa Agama Yahudi
Dalam agama Yahudi, terdapat konsep puasa yang tidak jauh berbeda dengan agama Kristen dan Islam. Bahkan, agama Yahudi mengajarkan umatnya untuk berpuasa dalam tiga kesempatan yang berbeda, yaitu pada waktu-waktu berikut:
a.       Dalam persiapan melaksanakan tugas keagamaan seperti ketika Nabi Musa a.s. berpuasa 40 hari di Sinai  sebelum menerima perintah Tuhan. (Exodus ayat 28)
b.      Dalam keadaan duka seperti Daud a.s. yang berpuasa ketika meninggalnya Saul. (Samuel ayat 131)
c.       Dalam rangka mendekatkan diri dan bertobat, khususnya ketika sedang berada dalam masa-masa sulit. (Jeremiah ayat 9)
Dalam ketiga kesempatan itu, agama Yahudi sekarang hanya mewajibkan umatnya untuk berpuasa satu hari dalam satu tahun, yakni pada Yom Kippur (hari bertobat). Yom Kippur adalah hari suci dalam agama Yahudi yang merayakan Hari Pendamaian antara manusia dan Tuhan. Hari itu jatuh pada hari ke-10 dalam bulan Ibrani Tishri atau bulan ketujuh dalam kalender Yahudi. Hari itu diperingati dengan berpuasa dan berdoa secara intensif selama 25 jam. Yom Kippur dianggap sebagai hari yang paling suci dalam kalender Yahudi. Pada umumnya, orang-orang Yahudi tidak akan meninggalkan puasa Yom Kippur ini. Umat Yahudi juga diperintahkan untuk berpuasa empat hari dalam setahun untuk mengingatkan peristiwa-peristiwa pahit yang dialami oleh agama Yahudi. Seperti dalam ajaran Islam, agama Yahudi juga memiliki ajaran berpuasa Senin-Kamis.

3.      Puasa Agama Hindu
Menurut agama Hindu, puasa merupakan bagian dari tapa; yaitu latihan jasmani dan rohani untuk menebus dosa dan meningkatkan daya tahan untuk menghadapi berbagai macam penderitaan. Istilah puasa dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu upawasa yang artinya menjauhi yang terdekat atau yang paling disenangi, seperti makan, minum, hubungan seksual, dan sebagainya. Puasa yang terutama dalam agama Hindu adalah pada hari raya Nyepi dalam rangka menyambut tahun baru Saka. Waktunya hanya satu malam dan pada malam itu umat Hindu menjauhi kesenangan secara total. Kegiatan selama puasa diisi dengan membaca Kitab Weda dan mantra-mantra, emnghentikan semua kegiatan yang tidak penting, serta tidak menggunakan api (amati geni).
4.      Puasa Agama Budha
Dalam agama Budha, ibadah puasa disebut upasota yang dijalankan mulai pukul 12.00 hingga 18.00. Lama puasa terserah pada pribadi masing-masing terkait dengan tingkat keutamaan yang ingin dicapai oleh setiap individu karena upasota ini bersifat sukarela.

#Sumber: Diolah dari berbagai sumber

0 komentar:

Posting Komentar